Mohon Maaf, Blog Ini Masih dalam Perbaikan

Dimensi Ilmu Pendidikan


BAB IPENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

     Dalam bentuk kontemporer filsafat ilmu kemudian menjadi suatu topik bagi analisis dan diskusi eksplisit yang setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya yaitu: etika, logika, dan epistemologi (teori pengetahuan). Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu berusaha untuk menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu prosedur-prosedur pengamatan, pola argumen, metode penyajian dan penghitungan, perandaian-perandaian metafisik dan seterusnya. Kemudian mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika formal, metodologi praktis dan metafisika[1].

     Jangkauan filafat ilmu apabila ditinjau dari paradigma keluasannya ada beberapa dimensi yang bisa menjadi cakupan kajiannya. Pertama, dimensi ilmu yang bersifat reflektif abstrak dan formal tersirat dari dua: dimensi filsafat dan dimensi logis. Dari sudut tinjauan filsafat maka ilmu dapat dipandang sebagai suatu pandangan dunia (world view) atau nilai manusiawi (human value). Tinjuan dari sudut logika membahas internal consistensi pada proposisi-proposisi ilmu atau menekankan hampir formal yang menurut Albert Einstein, tujuan segala ilmu, entah ilmualam atau psikologi adalah mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman kita dan menjadikan pengalaman tersebut menjadi pengalaman logis. Dimensi ilmu lainnya yang berpangkal pada aspek realitas di dunia adalah: cultural dimension (dimensi kebudayaan), historical dimension (dimensi sejarah), humanistic dimension (dimensi kemanusiaan), recreational dimension(dimensi rekreasi), dan system dimension (dimensi sistem)[2]

     Sedangkan dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu meliputi tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistemologi, dan dimensi aksiologi. Ketiganya merupakan cakupan yang meliputi dari keseluruhan–keseluruhan pemikiran kefilsafatan. Dimensi yang pertama, membahas dan mengetahui tentang asas-asas rasional dari yang – ada, mengetahui esensi dari yang ada. Dimensi epistemologi menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologi berusaha mengetahui hubungan antara ilmu dan etika yang mempertanyakan mengenai nilai-nilai yang dijadikan sebagai kunci keputusan dan tindakan manusia. Pemahaman terhadap ketiga dimensi di atas sangat penting, karena merupakan pokok pemahaman dari kerangka pemikiran filsafat. Dari makalah ini akan sedikit menguraikan ketiga dimensi tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN


A.  Dimensi Ontologi

     Perkataan “ontology” berasal dari Yunani “ yang ada” juga berarti logos,[3] merupakan cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin. dan Ontology menggunakan kategori-kategori ada-menjadi , aktualitas- potensialitas, nyata-tampak, perubahan, eksistensi-non eksistensi, esensi, keniscayaan yang ada sebagai yang ada. Pertanyaan mendasar yang digumuli di dalam ontology adalah “Apa itu ada – dalam – dirinya - sendiri? Apa hakikat ada sebagai Ada? Istilah ontologi muncul sekitar abad ke-17 yang dikenal dengan ungkapan mengenai “filsafat mengenai yang – ada” (philosophia entis). Martin Heidegger (1889-1976) memahami ontologi sebagai analisis eksistensi dan yang memungkinkan adanya eksistensi. Para eksistensialis menunjukkan bahwa pengetahuan apa pun yang dikembangkan haruslah dikembalikan pada eksistensi dan keeksistensi manusia sebagai “ Ada” yang mengadakan atau “pengada actual” (causa efficiens). Pemikiran diatas menunjukkan bahwa pengembangan epistemologi merupakan suatu tugas cultural yang dilandaskan pada ada atau keberadaan jati diri manusia.[4]

     Ontologi dapat mendekati masalah hakikat kenyataan dari dua macam sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang kuantitatif, hal ini bisa dicontohkan “Kenyataan itu tunggal atau jamak?” atau dapat juga mengajukan pertanyaan, “Dalam babak terakhir apakah yang merupakan jenis kenyataan itu?” Yang demikian ini merupakan pendekatan secara kualitatif. Dalam hubungan tertentu segenap masalah dibidang oontologi dapat dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat umum seperti, “Bagaimanakah cara kita hendak membicarakan kenyataan?”

     Dalam prakteknya, penyelesaian masalah ontologis mempunyai berbagai macam jawaban filsafat yang berbeda-beda, sesuai dengan titik tolak pemikiran yang digunakan. Kita dapat memberi contoh hal tersebut misalnya dengan berbagai pandangan atau aliran filsafat seperti jawaban naturalisme, materialisme, idealisme dan pisitisme logis. Salah satu tokoh aliran filsafat idealisme yang paling terkenal adalah Hegel. Menurut Hegel akal adalah kepastian yang sadar tentang semua realitas yang ada, ia menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Idealisme absolut merupakan landasan filsafat Hegel yang menempatkan ide absolut sebgai hakikat ontologis.[7]

     Contoh lain dari jawaban ontologis adalah aliran materialisme. Apabila naturalisme mendasarkan ajarannya pada penelitian “alam”, maka aliran materialisme berusaha melampaui pengertian “alam” dan mendasarkan diri pada macam substansi atau kenyataan terdalam yang dinamakan materi. Kaum meterialis pada masa lampau memandang alam semesta tersusun dari zat-zat renik yang terdalam tersebut dan memandang alam semesta dapat diterangakam berdasarkan hukum-hukum dinamika, contohnya hal ini dikenal dengan rumus fisika dewasa ini dengan E = MC2, yang menggambarakan bahwa tenaga E kedudukannya dapat saling dipertukarkan dengan massa m. jadi istilah pokok yang melandasi ajaran mwterialisme adalah “materi”. Contoh dari artikulasi ontologi materi adalah teori evolusi Charles Darwin.

     Contoh dari paradigma ontologi filsafat adalah ontologi sain, menghendaki sesuatu yang bersifat rasional sehingga menghasilkan hipotesis yang raisonal pula. Setelah menemukan hipotesis yang rasional maka dibuktikan secara empiris, sebagaimana mengikuti metode ilmiah. Metode Ilmiah merupakan metode yang membuktikan bahwa suatu hal tersebut bersifat logis, kemudian menarik sebuh hipotesis yang disertai dengan bukti empiris.[5] Sedangakan perbedaan antara ontologi dan kosmologi adalah bahwa, ontologi berusaha untuk mengetahui esensi terdalam dari yang – ada, sedangakan kosmologi berusaha untuk mengetahui ketertibannya serta susunannya. Materialisme misalnya adalah ajaran ontologi yang mengatakan bahwa yang ada yang terdalam bersifat material. Apakah kenyataan itu mengandung tujuan atau bersifat mekanis (artinya, bersifat teleogis atau tidak) merupakan suatu pertanyaan ontologis.[6]

B.  Epistemologi

   Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut epistemologi. Istilah “epistemologi” berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = perkataan, pikiran, ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja “epistemai”, artinya menunjukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Selain kata “episteme”, unutk kata “pengetahuan” dalam bahasa Yunani juga dipakai kata “gnosis” maka istilah kata epistemologi dalam sejarah pernah disebut juga gneseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory fo knowledge; Erkentnistheorie).

     Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Bagaimana pengetahuan itu ada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarannya? Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui? Epistemologi juga bermaksud secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitas. Pertanyaan pokok “bagaimana saya tahu bahwa saya dapat tahu?” mau dijawab secara seksama.

     Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk meninbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan, sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dna kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan norma atau tolok ukur, dan dalam hal ini tolok ukur dalam kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi sebagai cabang ilmu filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan bagaimana proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi kognitif), tetapi perlu membuat penentuan mana yang betul dan mana yang keliru berdasarkan norma epestemik. Sedangkan kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik asumsi, cara kerja atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dalam pelbagai kegiatan kognitif manusia.[8]

    Cara kerja atau metode pendekatan epistemologi sama dengan ciri khas pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan. Pengetahuan bukan hanya menjadi objek ilmu filsafat tetapi juga ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosiologi kognitif dan sosiologi pengetahuan. Yang membedakan ilmu filsafat secara umum dari ilmu-ilmu lain bukanlah objek materialnya atau apa yang menjadi kajian, tetapi objek formal atau cara pendekatannya: bagaimana objek yang dijadikan bahan kajian itu didekati. Ciri khas cara pendekatan filasfat terhadap objek kejiannya tampak dari enis pertanyaan yang diajukan dan upaya jawaban yang diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyan yang bersifat umum, menyeluruh, dan mendasar.

     Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi. Pertama, epistemologi metafisis, yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut. Plato misalnya meyakini bahwa kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunia ide-ide, plato dalam epistemologinya memehami kegiatan mengetahui sebagai kekuatan jiwa mengingat (anamnesis) kenyataan saja yang pernah dilihatnya dalam dunia ide-ide. Ia juga secara tegas membedakan antara pengetahuan (episteme), sebagai sesuatu yang bersifat objektif, universal dan tetap tak berubah, serata pendapat (doxa), sebagai suatu yang bersifat subjektif, partikular dan berubah-ubah.

    Kedua, epistemologi skeptis sebagaimana pandangan Rene Descartes yang bermaksud membultikn dahulu apayang dapat diketahui sebagai sungguh nyata atau benar benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pendekatan ini adalah apabila orang sudah masuk skeptisisme dan konsisten dengan sikapnya, maka tak mudah menemukan jalan keluar . skeptisime Des Cartes adalah sketisisme metodis yaitu: suatu strategi awal untuk meragukan segala sesuatu dengan maksud agar dapat sampai kepada kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi. Ia menolak argumen untuk membuktikan kebenaran pengetahuan berdasarkan otoritas (keagamaam) sebagaimana dilakukan pada abad Pertengahan.

     Ketiga, epistemologi kritis yang berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat atau pun asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana ditemukan dalam kehidupan kemudian ditanggapi secara kritis asumsi, prosedur dan kesimpulan tersebut. Sikap kritis diperlukan untuk lebih memahami sesuatu secara radikal lewat alasan-alasan yang jelas dan kuat.

      Berdasarkan titik tolak pendekatannya dan berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua yaitu epistemologi individual dan epistemologi sosial. Epistemologi individual berangkat dan didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai subjek penahu terlepas dari konteks sosialnya, baik tentang pengetahuan status kognitifnya maupun proses pemerolehannya. Epistemologi evolusioner (evolutionary epistemology) atau kadang juga disebut epistemologi alami (natural epistemologi) termasuk jenis epistemologi individual. Sedangakan epistemologi sosial adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sbagai batas sosiolagis. Bagi epistetmologi sosial, hubungan sosial, kepantingan sosisl dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara, maupun pemerolehan pengetahuan.[9]

     Epistemologi sangat penting untuk dipelajari karena alasan yang mendasar dari pertimbangan srategis, pertimbangan kebudayaan dan pertimbangan pendidikan. Ketiganya berpangkal pada pentingnya pengetahuan pada kehidupan manusia. Berdasarkan pertimbangan srategis, epistemplogi perlu karena pengetahuan sendir merupakan hal yang sacara srategis perlu bagi perkembangna manusia berdasarkan pertimbangan kebudayaan, penjelasan yang pokok adalah kenyataan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur dasar kebudayaan. Dari segi pertimbangan kebudayaan mempelajari epistemologi diperlukan untuk mengungkap pandangan epestimologis yang seharusnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Sedangkan berdasarkan pertimbangan pendidikan, epistemologi perlu dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan secara faktual.

C. Aksiologi

     Aksiologi dalam fisafat ilmu berarti menyajikan hubungan antra etika dan ilmu, dimana etika sangat terkait hubungannya (inhaerent) dengan ilmu. Persoalan aksiologi adalah seputar bebas nilai atau tidaknya ilmu, hal ini merupakan persoalan yang rumit, tak mungkin dijawab dengan sekedar ya atau tidak. Mereka yang berfaham ilmu itu beban nilai menggunakan pertimbangan yang didasarkan asas nilai diri yang diwakili oleh ilmu yang bersangkutan.[10]

     Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki ilmu pengetahuan, pada umunya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Sedangkan etika merupakan cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai “betul” (right), “salah”(wrong) dalam arti “susila”(moral) dan “tidak susila” (immoral). Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah masalah nilai yang khusus seperti, ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan spistemologi. Epistemologi berkaitan dengan masalah kebenaran etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (kesusilaan), dan estetika berkaitan dengan masalah keindahan. Aksiologi juga menyelidiki berbagai pernyataan-pernyataan tentang etika dan estetika. Ilmu yang bersangkutan dengan hal tersebut adalah fisafat nilai.

1.  Pendekatan-Pendektan dalam Aksiologi.

   Pertanyaan mengenai hakikat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalamannya. Hal ini dapat dinamakan dengan “subjektivitas”. Kedua, nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi-esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Pendirian ini juga dinamakan sebagai “objektivitas logis”. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Hal itu disebut sebagai “objektifvisme metafisik”.[11]


PENUTUP

    Ontologi merupakan cabang filsafat yang menggeluti tata dan sruktus realitas dalam arti seluas mungkin. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat yang menelaah hakikat, jangkauan, pengandaian dan pertanggungjawaban pengetahuan. Sedangakan aksiologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki hakikat nilai, etika dan estetika ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.


DAFTAR PUSTAKA

Gie, The Liang, Pengantar Filsafat ilmu, Yogyakarta: Liberti Yogyakarta, 2000.

Hadi, P. Hardono, Tanggung Jawab Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Kattsoff, Louis O., Pent. Soejono Soemarjono, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996.

Pranarka, Epistemologi Dasar, yogyakarta: Kanisius, 2006.

Ravertz, Jerome R., FIlsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Russell, Bertrand, Pent.Sigit dkk, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Sumantri, Jujun S. Surya, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.

Sumantri, Jujun S. Suria, Pent. Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: PT. Gramedia, 1995.

Tafsir, Ahmad, filsafat Ilmu, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Zubair, Achmad Charris, Dimensi Etik dan Esketik Manusia Kajian Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Lesfi., 2002.

[1] Jerome R. Ravertz, FIlsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 hal. 85.
[2] The Liang Gie, Pengantar Filsafat ilmu, Yogyakarta: Liberti Yogyakarta, 2000 hal. 134-136.
[3] Louis O. kattsoff, Pent. Soejono Soemarjono, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996, hlm., 76.
[4] P. Hardono Hadi, Tanggung Jawab Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hlm., 35.
[5] Disariakan dari, Ahmad Tafsir, filsafat Ilmu, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006
[6] Disariakan dari, Ahmad Tafsir, filsafat Ilmu, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006
[7] Bertrand Russell, Pent.Sigit dkk, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. hlm, 959.
[8] Pranarka, Epistemologi Dasar, yogyakarta: Kanisius, 2006. hlm; 18-19
[9] Ibid, hlm. 21-23
[10] Jujun S. Suriasumantri, Pent. Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: PT. Gramedia, 1995. hlm; 233
[11] Louis Kattosoff, Op.Cit, hlm. 331

2 komentar :

  1. makalahnya bagus, ditingkatkan lagi ya... klo boleh makala-makalah yang lain juga...ok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih...Dan Jika Memang di Artikel yang Lain terdapat kekeliruan, mohon kiranya mendapat pencerahan...

      Hapus

Tulis Komentar Anda Disini